Sistem Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Secara umum ekonomi Islam merupakan kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi. Sistem ekonomi islam sangat menarik untuk dikaji karena diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang melanda ekonomi dunia.
Dalam Islam, berekonomi dan berniaga bukan semata-mata untuk mencari uang dan untung. Jika semata-mata hanya untuk uang dan untung pasti hanya akan menimbulkan keributan, serta krisis dan kegaduhan pasti tidak akan bisa dielakkan. Ekonomi dan perniagaan Islam selalu berteraskan kasih sayang.

1.2.      Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam?
2.        Apa saja ciri-ciri ekonomi islam?
3.        Bagaimana hubungan manusia dengan benda atau hak miliknya?
4.        Apa saja nilai-nilai dasar ekonomi islam?
5.        Apa saja nilai-nilai instrumental ekonomi islam?
6.        Apa saja manfaat ekonomi islam?

1.3.             Tujuan
1.        Mengetahui tentang sistem ekonomi islam
2.        Mengetahui ciri-ciri ekonomi islam
3.        Mengetahui hubungan manusia dengan benda atau hak miliknya
4.        Mengetahui nilai-nilai dasar ekonomi islam
5.        Mengetahui nilai-nilai instrumental ekonomi islam
6.        Mengetahui manfaat ekonomi islam



BAB II
PEMBAHASAN

a.        Pengertian Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi, dimana kegiatan tersebut menumbuhkan, mengembangkan suatu ajaran ekonomi menurut ajaran islam, bukan hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di Indonesia (Ali, 1988).
Sedangkan, sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah atau penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan serta tunduk dalam peraturan atau perundang-undangan islam (sunatullah). Sistem ekonomi Islam jika diterjemahkan ke bahasa arab akan menjadi an nizhom al iqtishad al islamy. Secara harfiah al iqtishad (ekonomi) berarti qashada: bertujuan dalam suatu perkara, tidak berlebihan, berhemat dalam membelanjakan uang atau tidak boros. Adapun secara terminologi berarti ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang diturunkan oleh syariat Islam sehubungan dengan al iqtishad dalam 3 permasalahannya: aqidah, fiqih dan akhlaq.
Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip atau motif ekonomi, memang tidak ada perbedaan antara sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi islam di dalamnya, bekerja atas tujuan yang sama, yaitu mencari pemuasan berbagai keperluan hidup manusia, baik keperluan hidup itu keperluan hidup pribadi, maupun keperluan hiup masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, setiap sistem ekonomi bekerja menurut prinsip atau motif ekonomi yang sama, yaitu setiap orang atau masyarakat akan berusaha mencari hasil yang sebesar-besarnya dengan ongkos yang sekecil-kecilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dilihat dari perbedaan keperluan hidup manusia yang harus dipenuhi dengan kegiatan ekonomi itu dan batasan-batasan yang ada, karena falsafah atau pandangan hidup serta agama maka terdapat perbedaan dalam pelaksanaan tujuan, dan terutama dalam pelaksanaan prinsip ekonomi itu. Karena perbedaan itu pula ada sistem-sistem ekonomi di dunia ini, yang terkemuka dan mempengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi manusia sekarang ini, yaitu sistem ekonomi liberal atau kapitalis dan sistem ekonomi sosialis atau marxis.
b.        Ciri Sistem Ekonomi Islam
1.      Multitype Ownership (kepemilikan multi jenis)
Merupakan turunan dari nilai tauhid dan adil. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian kepemilikan swasta diakui. Namun untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui.
2.      Freedom to Act (kebebasan bertindak/berusaha)
Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian karena setiap individu bebas untuk bermuamalah. Dengan demikian pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syari’ah.
3.      Social Justice (keadilan sosial)
Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.
c.    Hubungan Manusia dengan Benda atau Hak Miliknya
Yang menjadi masalah penting dalam sistem ekonomi islam adalah hubungan manusia dengan benda dan kekuasaan manusia atas segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Mengenai ini terdapat ketentuan-ketantuan pokoknya dalam Al-Qur’an, diantaranya:
1.        Seluruh alam semesta dan semua benda yang terdapat didalamnya adalah pemberian Tuhan kepada manusia yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia dan makhluk lainnya (QS. 14:33, 34:31)
2.        Alam semesta dan segala isinya merupakan milik mutlak Allah (QS 5:120)
3.        Manusia sebagai khalifah-Nya di bumi berhak mengurus dan memanfaatkan milik mutlak Allah dengan cara yang benar dan halal dan berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya (QS 4:32, 14:51).
-            Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1.         Pada prinsipnya, hukum islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara mutlak, karena hak mutlak pemilikan atas sesuatu benda hanya ada pada Allah.
2.         Diperlukan adanya kepastian hukum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama, maka hak milik seseorang atas suatu benda, diakui dengan pengertian bahwa hak milik harus diperoleh secara halal dan harus berfungsi sosial (Harjono, 1968 : 140, 149).
Mengenai hubungan manusia dengan benda atau hak milik seseorang atas harta kekayaannya, berdasarkan uraian tersebut perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1.        Cara memperoleh hak milik
Mengenai cara memperoleh hak milik atau harta kekayaan, Al-Qur’an memberikan beberapa ketentuan diantaranya:
-            Dengan usaha yang halal, artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral (QS 2:188, 4:32)
-            Melalui pewarisan (QS 4:7)
-            Dengan hibah (QS 2:177)
2.        Fungsi hak milik
Mengenai fungsi hak milik seseorang, Al-Qur’an memberikan beberapa petunjuk antara lain:
-            Harta kekayaan seseorang tidak boleh ditimbun-timbun tanpa ada manfaatnya bagi orang lain (QS 9:34)
-            Harta kekayaan seseorang tidak boleh hanya beredar diantara orang-orang yang kaya saja (QS 59:7)
-            Diantara harta orang kaya ada hak orang miskin yang tidak punya (QS 51:19)
-            Harta peninggalan seseorang harus segera dibagi kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan yang berlaku (QS 4:7).
Mengenai harta yang dipunyai oleh seseorang dan pengaruhnya terhadap jiwa orang yang bersangkutan, beberapa petunjuk diberikan juga oleh Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an, harta kekayaan merupakan cobaan bagi yang punya. Yang punya akan dicoba dengan hartanya apakah ia akan bahagia atau akan menderita karenanya, harta kekayaan yang dipunyai oleh seseorang tidak dengan sendirinya akan menyelamatkan orang yang punya, harta kekayaan adalah kekuasaan yang artinya harta itu dapat menyebabkan manusia berbuat baik, dapat pula dengan hartanya manusia berbuat jahat.
Oleh karena itu Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk memanfaatkan harta yang diperolehnya itu, selain untuk kepentingan diri pribadi, keluarga juga untuk kepentingan umum dan orang-orang yang tidak punya (QS 16:71) (Abdoerraoef, 1970: 113).
3.        Cara memanfaatkan hak milik
-        Tidak boleh boros dan tidak boleh kikir (QS 17:26-27)
-        Harus hati-hati dan bijaksana, selalu mempergunakan akal sehat dalam memanfaatkan harta (QS 17:29)
-        Disalurkan melalui lembaga-lembaga yang telah ditentukan seperti shadaqah, infaq, hibah, qurban, zakat dan wakaf. 
d.        Nilai- nilai Dasar Ekonomi Islam
1.      Nilai Dasar Pemilikan
Menurut sistem ekonomi islam, pemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Selain dari itu, menurut sistem ekonomi islam lama pemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup di dunia ini. Kalau seorang manusia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketetapan-ketetapan yang telah ditetapkan Allah (QS. 4:7). Menurut ajaran islam, sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik mum atau negara, atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang banyak.
2.      Kesimbangan
Kesimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek tingkah laku ekonomi seorang muslim. Asas keseimbangan ini misalnya terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjahui keborosan (QS. 25:67). Nilai dasar keseimbangan harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi juga keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum. Di samping itu juga harus memelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban.
3.      Keadilan
Keadilan harus diterapkan di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi dan konsumsi, misalnya keadilan harus menjadi alat pengatur efisiensi dan pemberantas keborosan (QS. 17:16). Dalam distribusi, keadilan harus menjadi penilai yang tepat, faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya sesuai dengan takaran yang wajar. Selain itu, keadilan juga berarti kebijaksanaan megalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakat, infaq, dan sedekah.
e.         Nilai Instrumental Ekonomi Islam
Tiap sistem ekonomi, menurut aliran pemikiran dan agama tertentu, memiliki nilai instrumental sendiri. Dalam sistem kapitalis nilai instrumennya adalah persaingan sempurna, kebebasan keluar masuk pasar, informasi, dan bentuk pasar yang monopolistik. Dalam sistem marxis nilai instrumentalnya adalah perencanaan ekonomi yang bersifat sentral dan mekanistik, pemilihan faktor-faktor produksi secara kolektif. Dalam sistem ekonomi islam ada lima nilai instrumental yang strategis yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang muslim, masyarakat, dan pembangunan ekonomi (A.M. Saefuddin, 1984:66). Nilai- nilai instrumental tersebut adalah :
1.        Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Zakat bukanlah pajak yang merupakan sumber pendapatan negara. Karena itu, keduanya harus dibedakan. Perkataan zakat disebut di dalam Al-Qur’an sebanyak 82 kali dan selalu dirangkaikan dengan shalat yang merupakan rukun islam yang kedua (A.M. Saefuddin, 1984:66).
2.        Pelarangan Riba
Riba adalah tambahan dalam pembayaran hutang sebagai imbalan jangka waktu yang terpakai selama hutang itu belum dibayar. Di dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 275-278 dengan tegas dan jelas Allah menyebut larangan riba. Selain itu, terdapat pula hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang menyebutkan tujuh macam perbuatan yang merusak kehidupan manusia yaitu : syirik, sihir, membunuh tanpa alasan yang sah, memungut riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari pertempuran, dan menuduh perempuan baik-baik berzina.
Dalam kepustakaan hukum islam disebut beberapa jenis riba, yaitu :
-                 Riba Nasi’ah, yaitu tambahan yang terjadi dalam hutang piutang berjangka waktu sebagai imbalan jangka waktu tersebut.
-                 Riba fadhl, adalah tambahan yang diperoleh seseorang sebagai hasil pertukaran dua barang yang sejenis.
3.        Kerjasama Ekonomi
Salah satu bentuk kerja sama yang sesuai dengan ajaran islam adalah :
1.      Qirad yaitu kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha yang mempunyai keahlian, keterampilan atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi usaha. Qirad dibagi menjadi 2 :
-       Mudarabah: Pemilik modal membiayai seluruh kegiatan usaha yang dikelola oleh pemilik keahlian
-       Murabahah: Pemilik modal membiayai usaha yang dikelola oleh pemilik keahlian dengan mendapatkan margin keuntungan


4.        Jaminan Sosial
Di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai ajaran antra lain untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah : 1. Manfaat sumber-sumber alam harus dapat dinikmati oleh semua makhluk Allah (QS. 6:38, 55:10). 2. Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya (QS. 51:19, 70:24). 3. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara orang-orang yang kaya saja (QS. 104:2).
Beberapa contoh komponen nilai instrumental jaminan sosial tersebut pada hakikatnya adalah bagian Allah yang dikaruniakan kepada manusia. Dengan melaksanakan jaminan sosial itu manusia diharapkan dapat mendekatkan diri kepada Allah dan karunia-Nya, menjadikan harta mereka bersih dan berkembang, menghilangkan sifat tamak dan mementingkan diri sendiri (A.M. Saefuddin, 1984: 79-104).
5.        Peranan Negara
Peranan negara, terutama pemerintah pada khususnya sangat menentukan dalam pelaksanaan nilai-nilai sistem ekonomi islam. Peranan itu diperlukan dalam aspek hukum, perencanaan dan pengawasan alokasi atau distribusi sumberdaya dan dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi (A.M.Saefuddin, 1984:105).
f.         Manfaat Ekonomi Islam
1. Manfaat ekonomi islam yaitu mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah (menyeluruh), sehingga islamnya tidak lagi parsial. Apabila ada seorang muslim yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi konvensional yang mengandung unsur riba, berarti islamnya belum kaffah (menyeluruh), sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya. 
2. Manfaat ekonomi islam yaitu menerapkan dan mengamalkan ekonomi islam melalui bank syariah, asuransi-asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah akan mendapatkan keuntungan di dunia dan di akhirat. Keuntungan di dunia berupa keuntungan bagi hasil dan keuntungan akhirat adalah terbebasnya dari unsur riba. Selain itu, seorang muslim yang mengamalkan ekonomi islam akan mendapatkan pahala karena telah mengamalkan ajaran islam dan meninggalkan aktivitas riba. 
3. Manfaat ekonomi islam yaitu praktik ekonomi berdasarkan islam bernilai ibadah, hal ini bernilai ibadah karena telah mengamalkan syariat Allah SWT. 
4. Manfaat ekonomi islam yaitu mengamalkan ekonomi islam melalui bank syariah, dan asuransi syariah yang berarti mendukung lembaga ekonomi umat islam itu sendiri. 
5. Manfaat ekonomi islam yaitu mengamalkan ekonomi islam yang berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi mungkar, oleh karena dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek-proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti usaha pabrik minuman keras, usaha narkoba dan narkotika, usaha perjudian, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa mungkar seperti diskotik dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP

a.        Kesimpulan
Ekonomi Islam merupakan kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi, dimana kegiatan tersebut menumbuhkan, mengembangkan suatu ajaran ekonomi menurut ajaran islam, bukan hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di Indonesia (Ali, 1998).
-            Ciri-ciri sistem ekonomi islam :
a.         Multitype Ownership (kepemilikan multi jenis)
b.         Freedom to Act (kebebasan bertindak/berusaha)
c.         Social Justice (keadilan sosial)
-            Manfaat ekonomi islam :
1.         Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah (menyeluruh), sehingga islamnya tidak lagi parsial.
2.         Menerapkan dan mengamalkan ekonomi islam melalui bank syariah, asuransi-asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah akan mendapatkan keuntungan di dunia dan di akhirat.
3.         Bernilai ibadah, hal ini bernilai ibadah karena telah mengamalkan syariat Allah SWT. 
4.         Mengamalkan ekonomi islam melalui bank syariah, dan asuransi syariah yang berarti mendukung lembaga ekonomi umat islam itu sendiri.
5.         Mengamalkan ekonomi islam yang berarti Mendukung gerakan amar ma’ruf nahi mungkar, oleh karena dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek-proyek halal.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. UI Press, Jakarta.


Harjono, Anwar. 1968. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Bulan Bintang, Jakarta.

Abdoerraoef. 1970. Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, A Comparative Study. Bulan Bintang, Jakarta.

Sumar’in. 2013. Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Graha Ilmu, Yogyakarta.




















Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGUMINOSA

Jenis-jenis Itik

Stocking Rate